Kamis, 11 Februari 2010

Pohon Ilmu Hadist

POHON ILMU HADIS

A. Cabang-Cabang Ilmu Hadis

Ilmu hadis adalah ilmu yang berpautan dengan hadis[1]. Sedangkan Mudasir memaknai ilmu hadis adalah ilmu pengetahuan yang membicarakan cara-cara persambungan hadis sampai pada Rosululloh SAW. Dari segi hal ihwal para perawinya, yang menyangkut kedhabitan dan keadilannya dari segi bersambung dan terputusnya sanad, dan sebagainya.[2] Dari berbagai pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa ilmu hadis adalah ilmu yang menyangkut ilmu hadis, baik dari segi sanad, matan ataupun perawinya.

Pada perkembangan selanjutnya, terdapat beberapa cabang ilmu yang muncul dalam mempelajari disiplin ilmu hadis, antara lain:

1. Ilmu Hadis Dirayah

Ilmu Hadis Dirayah biasa juga disebut ilmu mustolah hadis, ilmu ushul al-hadis. Menurut imam At-Turmudi ilmu Hadis Dirayah adalah kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan sanad dan matan, cara menerima dan meriwayatkan, sifat-sifat perawi dan lain-lain[3]. Ilmu ini juga dapat diartikan ilmu pengetahuan untuk mengetahui hakikat periwayatan, sayarat-syarat, macam-macam, dan hokum-hukum hadis serta untuk mengetahui keadaan para perawi baik sayarat-syarat, macam-macam hadis yang diriwayatkan dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya[4]. Jadi ilmu hadis dirayah adalah ilmu yang mempelajari keadaan sanad, matan dan periwayatan dari sebuah hadis.

2. Ilmu Hadis Riwayah

Ilmu hadis riwayah adalah ilmu yang mempelajari persambungan hadis, perawi hadis yang menyangkut kekuatan hafalan dan keadilan mereka, serta untuk megetahui keadaan sanad hadis, apakah tersambung atau terputus[5]. Ilmu hadis riwayah menurut imam AS-Suyuti adalah ilmu yang membicarakan tentang cara menerima, menyampaikan, memindahkan atau mendewankan hadis kepada orang lain.

3. Ilmu Ma’ani al-Hadis

Ilmu Ma’ani al-Hadis adalah ilmu yang berusaha memahami matan hadis secara tepat dengan mempertimbangkan factor-faktor yang berkaitan dengannya atu indikasi yang melingkupinya[6].

4. Ilmu Garib al-Hadis

Ilmu Garib al-Hadis adalah ilmu yang membahas makna yang terdapat pada lafal-lafal hadis yang jauh dan sulit dipahami karena lafal-lafal tersebut jarang digunakan[7]. Kemunculan ilmu ini didasarkan atas penyeberan Islam yang meluas, dan bukan hanya di dunia arab. Untuk menjembatani jika ada perbedaan lafal-lafal pada sebuah hadis, maka ilmu ini digunakan untuk menjelaskan lafal-lafal yang ghorib tersebut.

5. Ilmu Jarah dan Ta’dil

Ilmu al-jarh dalam pengertian bahasa berarti luka atau cacat, sedangkan menurut istilah Ilmu al-jarh adalah ilmu yang mempelajari kecacatan para perawi, seperti pada keadilan dan kedhobitannya. Kata al-adl secara bahasa berarti menyamakan[8]. Sedangkan secara istilahi ilmu al-adl berarti ilmu yang mempelajari kelakuan atau kebersihan seorang perawi dan ketetapan bahwa ia adil atu dhobit[9]. Dari beberapa keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa ilmu jarah dan ta’dil adalah cabang ilmu hadis yang membahas tentang kredelitas dari seorang perawi hadis, apakah seorang perawi termasuk orang yang dhobit dan adil atau sebaliknya.

6. Ilmu Thabaqat al-Ruwat

Thabaqat menurut bahasa berarti tingkatan, sedangkan kata al-ruwat sering diartikan sebagai perawi, atau perawi hadis. Dari arti lugowi di atas, dapat disimpulkan bahwa ilmu thabaqat al-ruwat adalah ilmu yang mencoba mengkalsifikasikan tingkatan para perawi hadis dari aspek yang berkaitan dengan periwayatan mereka terhadap hadis tersebut[10].

7. Ilmu Asbab Wurud al-Hadis

Ilmu Asbab Wurud al-Hadis adalah cabang ilmu hadis yang menerangkan sebab-sebab nabi Muhammad SAW menuturkan sabdanya dan masa-masanya Nabi munuturkan itu[11]. As-Suyuti menuturkan bahwa pengertian dari ilmu ini adalah sesuatu yang membatasi arti suatu hadis, baik berkaitan arti umum atau arti khusus, mutlaq atau muqoyyat, dinasakhkan dan seterusnya, atau suatu arti yang dimaksud sebuah hadis saat kemunculannya[12].

Dari pengerian diatas dapat dibawa pada sebuah pengertian bahwa ilmu Asbab wurud al-hadis adalah ilmu yang membicarakan sebab-sebab, atau kejadian yang melatr belakangi nabi Muhammad mengeluarkan hadis.

8. Ilmu Mukhtalaf al-Hadis

Ilmu Mukhtalaf al-Hadis adalah ilmu yang mengkaji hadis yang tampaknya bertentangan. Di samping itu, kadang-kadang juga ilmu ini membahas penjelasan dan ta’wil hadis yang problematis meski tidak bertentangan dengan hadis lain[13].

Ilmu Mukhtalaf al-Hadis adalah ilmu yang membahas hadis-hadis yang tampaknya saling bertentangan, lalu menghilangkan pertentangan itu atau mengkomparasikannya, di samping membahas hadis yang sulit dipahami atau dimengerti, lalu menghilangkan kesulitan itu dan menjelaskan hakekatnya[14].

9. Ilmu Tahqiq al-Hadis

B. Klasifikasi Hadis Secara Umum

1. Hadis Mutawatir

Dari segi bahasa, mutawatir berarti sesuatu yang datang secara beriringan tanpa diselangi antara satu sama lain[15]. Adapun secara istilah berarti hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta dari sejumlah rawi yang semisal mereka dan seterusnya sampai akhir sanad. Dan sanadnya mereka adalah panca indera[16]. Dalm pengertian lain M. Mudasir berpendapat mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah besar orang yang menurut adat mustahil mereka bersepakat terlebih dahulu untuk berdusta[17].

Terdapat beberapa syarat yang disepakati oleh ulama’ mutaakhirin untuk dapat menetapkan sebuah hadis sebagai hadis mutawatir, yaitu;

· Diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi

· Adanya keseimbangan antar perawi pada thabaqat pertama dengan thabaqat berikutnya

· Berdasarkan tanggapan panca indera

Mengenai sejumlah rawi yang disebutkan diatas, Al-Qodi Al-Baqillani menetapkan bahwa jumlah perawi yang hadis mutawatir sekurang-kurangnya sebanyak 5 orang. Sementara itu, Astikhary menetapkan bahwa yang paling baik jumlah perawinya minimal 10 orang, dan ulama’ lain menentukan sebanyak 12 perawi[18].

2. Hadis Ahad

Hadis ahad secara bahasa berarti hadis satu-satu. Menurut para ulama’ ahli hadis yang dimaksud hadis ahad adalah hadis yang para rawinya tidak mencapai jumlah rawi hadis mutawatir, baik rawwinya itu satu, dua, tiga, empat atau seterusnya, tetapi jumlahnya tidak memberi pengertian bahwa hadis dengan jumlah rawi tersebut masuk dalam kelompok hadis mutawatir[19].

Endang Soetari memberi pengertian bahwa hadis ahad ialah hadis yang jumlah rawinya tidak sampai pada jumlah rawi hadis mutawatir, tidak memenuhi syarat mutawatir dan tidak pula mencapai derajat mutawatir[20]. Singkatnya, hadis ahad adalah hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat mutawatir.

Dilihat dari segi jumlah rawi, hadis ahad terbagi dalam tiga bagian, yaitu;

a. Hadis Masyhur

Masyhur menurut bahasa adalah populer, adapun menurut istilah hadis masyhur adalah hadis yang diriwayatkan dari sahabat, tetapi bilangannya tidak mencapai ukuran bilangan mutawatir, kemudian baru mutawatir setelah sahabat dan demikian pula setelah mereka[21]. Hadis masyhur juga diartikan hadis yang diriwayatkan oleh tiga perawi[22].

b. Hadis Aziz

Aziz secara bahasa berarti yang sedikit, yang gagah, yang kuat. Sedangkan aziz menurut istilah ahli hadis adalah suatu hadis yang diriwayatkan dengan dua sanad yang berlainan rawi-rawinya[23]. Dalam definisi lain disebutkan oleh At-Tahham bahwa hadis aziz adalah hadis yang perawinya kurang dari dua orang dalam semua thabaqat sanad[24].

c. Hadis gharib

Gharib dalam pengertian bahasa berarti yang jauh dari negerinya, yang asing, yang ajaib, yang luar biasa, yang jauh dari paham[25]. Ulama’ hadis mendefinisikan bahwa hadis gharib adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang menyendiri dalam meriwayatkannya[26].

C. Klasifikasi Hadis Menurut Kualitas Sanad dan matannya

Hadis dipandang menurut kualitas sanad dan matannya terbagi menjadi tiga, yaitu hadis shahih, hadis hasan dan hadis dhoif, dengan keterangan sebagai berikut:

1. Hadis Sahih

Kata sahih menurut pengertian bahasa adalah lawan sakit, sedangkan dalam bahasa indonesia shahih diartikan sah, benar, sempurna, sehat (tiada celanya)[27]. Sedangkan para ahli hadis mendefinisikan bahwa hadis sahih adalah hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung-sambung, tidak ber’illat dan tidak janggal[28]. Imam An-Nawawy mengatakan bahwa hadis sahih adalah hadis yang muttashil sanadnya melalui orang-orang yang adil lagi dhabit tanpa syadz dan illat[29].

2. Hadis Hasan

Hasan secara pengertian bahasa berarti sesuatu yang disenangi. Sedangkan menurut istilah para ulama berbeda pendapat dalam memberi ta’rif hadis hasan. Imam At-Turmudzi mendefinisikan hadis hasan sebagai hadis yang pada tiap-tiap sanadnya tidak terdapt perawi yang tertuduh dusta, pada matannya tidak terdapat kejanggalan, dan hadis itu diriwayatkan tidak hanya dengan satu jalan[30] . Definisi paling lengkap adalah yang dikemukakan oleh Ibnu Hajar bahwa khobar ahad yang diriwayatkan oleh perawi yang adil lagi sempurna kedhabitannya, muttashil, musnad tanpa syadz dan illat itulah yang disebut shahih li dzatihi. Bila kedhabitannya kurang, maka itulah yang disebut hadis hasan li dzatihi[31]. Dengan demikian, maka yang disebut hadis hasan adalah hadis yang memenuhi syarat-syarat hadis shahih seluruhnya, hanya saja semua perawinya atau sebagiannya kedhabitannya lebih sedikit dibanding kedhabitan para perawi hadis shahih.

3. Hadis Dhoif

Kata dhoif menurut bahasa berarti lemah, yang tidak kuat. Sedangkan menurut istilah hadis dhoif ialah hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat bisa diterima. Mayoritas ulama’ menyatakan: hadis dhoif yaitu hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat ataupun syarat-syarat hasan[32].

D. Klasifikasi Hadis Dilihat Dari Kedudukan Dalam Hujjah

Hadis dipandang menurut kedudukan dalam hujjah terbagi menjadi empat, yaitu hadis maqbul, mardud, ma’mul bih, ghairu ma’mul bih, dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Hadis Maqbul

Maqbul menurut bahasa adalah yang diambil. Sedangkan menurut istilah ahli hadis, hadis maqbul ialah hadis yang telah sempurna syarat-syarat penerimaannya[33]. Adapun syarat-syarat penerimaan hadis menjadi hadis yang maqbul berkaitan dengan sanad-nya yang tersambung, diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dhabit, dan dari segi matan yang tidak syadz dan tidak terdapat illat.

2. Hadis mardud

Mardud menurut pengertian bahasa adalah yang di tolak. Sedangkan menurut istilah hadis mardud adalah hadis yang tidak menunjuki keterangan yang kuat akan adanya dan tidak menunjuki keterangan yang kuat atas ketidakadaannya, tetapi adanya dengan ketidakadaannya bersamaan. Dalam definisi yang ekstrim disebutkan bahwa hadis mardud adalah semua hadis yang telah dihukumi dhoif[34].

3. Hadis Ma’mul Bih

Hadis ma’mul bih sebenarnnya adalah bagian dari hadis maqbul, hadis ini diartikan sebagai hadis yang dapat diamalkan. Yang termasuk dalam golongan hadis ma’mul bih adalah:

· Hadis Muhkam; hadis yang tidak mempunyaimperlawanan.

· Hadis Mukhtalif; dua hadis yang pada lahirnya saling berlawanan yang mungkin dikompromikan dengan mudah.

· Hadis nasikh; hadis yang datang lebih akhir yang mengahpus ketentuan hukum yang datang lebih dahulu dari dua buah hadis maqbul.

· Hadis rajih; hadis yang terkuat diantara dua buah hadis maqbul yang berlawanan[35].

4. Hadis Ghairu Ma’mul Bih

Hadis ghairu ma’mul bih adalah hadis maqbul yang tidak dapat diamalkan. Yang termasud golongan hadis ini adalah:

· Hadis Mutawaqaf; hadis mukhtalif yang tidak dapat dikompromikan.

· Hadis Mansukh; hadis maqbul yang telah dihapuskan oleh hadis maqbul yang datang kemudian.

· Hadis Marjuh; hadis maqbul yang ditenggang oleh hadis maqbul yang lebih kuat[36].

E. Klasifikasi Hadis Dilihat Dari Persambungan Sanadnya

1. Musnad

Musnad menurut bahasa berarti yang disandarkan. Sedangkan yang dimaksud musnad menurut istilah adalah hadis yang bersambung sanadnya dari yang menceritakan sampai akhir sanad terus kepada nabi Muhammad SAW[37].

2. Hadis Muttashil

Muttashil menurut bahasa adalah sambung, bersambung. Sedangkan menurut istilah hadis muttashil adalah hadis yang sanadnya bersambung kepada nabi Muhammad SAW. Maksudnya, para rawi yang tercantum pada sanad antara murid dan guru bertemu[38].

3. Hadis Mu’allaq

Hadis mu’allaq adalah hadis yang gugur rawinya seoarang atau lebih dari awal sanad[39].

4. Hadis Munqathi’

Munqathi’ menurut pengertian bahasa berarti yang terputus. Sedangkan menurut istilah yang dimaksud hadis munqathi’ adalah hadis yang di tengah sanadnya gugur seorang rawi atau beberapa rawi, tetapi tidak berturut-turut[40]. Definisi lain dari hadis ini adalah hadis yang tidak bersambung sanadnya, di segi mana saja letak keterputusan itu. Namun, ahli hadis mengecualikan darinya yang mursal, mu’allaq, dan mu’dal, yang lebih banyak dipakai untuk riwayat orang setelah generasi tabi’in[41].

5. Hadis Mursal

Mursal menurut bahasa adalah yang lepaskan, yang dilangsungkan[42]. Yang dimakdsud hadis mursal adalah hadis yang gugur dari akhir sanadnya, seseorang setelah tabi’iin[43].

F. Klasifikasi Hadis Dilihat Dari Yang Disandarinya Pada Akhir Sanad

1. Hadis Marfu’

Hadis marfu’ menurut pengertian bahasa berarti yang diangkat. Sedangkan menurut istilah ilmu hadis yang dimakdsud dengan hadis marfu’ adalah hadis yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW[44].

2. Hadis Mauquf

Hadis mauquf menurut pengertian bahasa adalah yang terhenti. Sedangkan menurut istilah ahli hadis yang dimaksud dengan hadis mauquf adalah hadis yang disandarkan kepada seorang sahabat nabi SAW[45].

3. Hadis Maqthu’

Hadis Maqthu’ menurut pengertian bahasa adalah yang diputuskan atau yang terputus. Sedangkan menurut istilah ahli hadis yang dimaksud dengan hadis mauquf adalah hadis yang disandarkan kepada tabi’in atau dibawahnya[46].

G. Klasifikasi Hadis Dilihat Dari Penyandaran Beritanya

1. Hadis Qudsi

Hadis Qudsi adalah sesuatu yang dikhabarkan Allah ta’ala kepada Nabi Muhammad SAW melaui ilham atau impian, yang kemudian nabi menyampaikan makna dari ilham atau impian tersebut dengan ungkapan kata beliau sendiri[47].

2. Hadis Nabawi

Sebagaimana pengertian dari al-Hadis sendiri bahwa yang dimaksud dengan hadis adalah segala perkataan, perbuatan dan taqrir nabi Muhammad SAW. Maka, pengertian hadis nabawi adalah hadis yang berasal dari nabi Muhammad sendiri baik berupa perkataan, perbuatan dan taqrir beliau[48].

H. Kandungan Pokok Hadis

Islam adalah agama yang diturunkan Alloh SWT kepada nabi Muhammad SAW melalui malaikat jibril, yang diwujudkan lewat turunnya sebuah kitab suci Al-Qur’an. Dalam al-Qur’an sendiri secara tekstual terdapat beberapa kandungan yang sangat luas. Dari pendekatan teks, lafal-lafal dalam al-Qur’an dapat memproduksi makna, karena teks dalam al-Qur’an adalah teks bahasa Arab, yang nota-bene dapat diartikan berdasarkan makna yang ada di Arab ataupun negara-negara yang mempunyai penafsiran makna tersendiri tehadap bahasa Arab (al-Qur’an).

Al-Qur’an dalam pemaknaan teks, dapat diterjemahkan secara umum dari kata perkata. Kalau kita tela’ah lebih dalam, pengklasifikasian berdasarkan pemaknaan teks al-Qur’an dapat menimbulkan berbagai kandungan yang ada di dalamnya, mulai dari Aqidah, Ibadah, Akhlaq, Kisah-Kisah. Keadaan seperti inipun tidak berbeda dengan kandungan pokok al-Hadis, mengingat secara global al-Hadis harus harus sejalan dengan al-Qur’an, yaitu menjelaskan yang mubham, merinci yang mujmal, membatasi yang mutlaq, megkhususkan yang umum, dan menguraikan hukum-hukum dan tujuan-tujuannya, disamping membawa hukum yang belum belum di jelaskan secara eksplisit oleh al-Qur’an[49].

Berdasarkan rasionalitas di atas, maka dapat di pahami bahwa pokok isi kandungan al-Hadis harus sama dengan al-Qur’an, karena hadis harus berfungsi sebagai bahasa penjelas dari al-Qur’an.

I. Kitab-Kitab Hadis Menurut Perawi

1. Kitab Shahih Bukhori Karya Imam Al-Bukhori

Nama lengkap dari imam Al-Bukhori adalah Abu Abdillah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim Ibn al-Mughirah Ibn Bardizbah al-Ja’fari al-Buhkhori. Beliau dilahirkan hari jum’at 13 Syawwal 194 H di kota Bukhoro, Uzbekistan[50], dan meninggal pada tanggal 30 Romadhon 256 H pada usia 62 tahun[51]. Sejak umur 10 tahun, beliau sudah mempunyai perhatian dalam ilmu-ilmu hadis, bahkan sudah menghafal hadis yang tidak sedikit jumlahnya[52], sehingga tidak mengherankan apabila pada usia 16 tahun beliau telah berhasil menghafal matan sekaligus rawi dari beberapa buah kitab karangan Ibn Mubarak dan Waqi’[53].

Imam Al-Bukhori pernah mentap dan tinggal selama enam tahun di Mekkah untuk belajar hadis, kemudian beliau berkelana mencari hadis ke berbagai kota seperti ke Madinah, khurasan, Syam, Mesir, Bagdad, Basrah dan tempat lainnya. Di daerah itulah Imam Al-Bukhori banyak berguru kepada para ahli hadis, seperti Ali Ibn Al-Madini, Ahmad Ibnu Hambal, Yahya Ibn Ma’in, Muhammad Ibn Yusuf al-firyabi dan Ibn Ruhawaih.

Salah satu kitab hadis yang dikarang oleh Imam Al-Bukhori adalah kitab al-Jami’ al-Musnad al-Shahih al-Mukhtasar min Umur Rasul Allah SAW wa Sunahih wa Ayyamih atau lebih dikenal dengan sebutan kitah Shahih Bukhori. Kata al-Shahih yang dimaksudkan bahwa dalam kitab tersebut tidak dimasukkan hadis-hadis yang dho’if [54]. Shahih Bukhori dianggap sebagai karya pertama yang memuat hadis shahih saja. Dalam kitabnya Imam Al-Bukhori menghimpun 9082 hadis shahih[55].

2. Kitab Shahih Muslim Karya Imam Muslim

Imam Muslim adalah Hujatul Islam Abu al-Husain Muslim Ibn al-Hajjaj al-Qusyairiy an-Naisaburiy, lahir tahun 204 H di Nisabur yakni kota kecil di Iran bagian timur-laut[56]. Imam Muslim belajar hadis sejak usia kurang dari 12 tahun, dan sejak usia itulah beliau sangat serius dalam mencari dan mempelajari hadis.

Imam Muslim pernah pergi ke Hijaz, Iraq, Syam, Mesir dan tempat lain, beliau juga pernah berkelana ke Khurasan untuk belajar hadis pada Yahya bin Yahya dan Ishaq bin Rawahih dan lai-lain. Selain itu, masih banyak guru-guru beliau yang lain seperti Usman dan Abu Bakar (keduanya adalah putra abu Syaibah), Syaiban bin farwakh, Abu Kamil al-Juri, Zuhair bin Harb, ‘ Amir al-Naqib, Harun bin Sa’id al-‘Ayli, Qutaibah bin Sa’id, Qotadah bin Sa’id, al-Qa’nabi, Ismail bin Abu Uwais dan lain-lain[57].

Imam Muslim telah banyak mengarang kitab-kitab hadis, diantara kitab hadis yang terkenal adalah kitab Shahih Muslim yang berjudul asli al-Musnad al-Shahih al-Mukhtasar min al-Sunan bi al-naql al-‘Adl ‘an al-‘Adl an rosul Allaoh SAW. Penyusunan kitab ini memakan waktu lima belas tahun. Informasi lain menyatakan bahwa kitab Shahih Muslim ini merupakan hasil seleksi dari sejumlah 300.000 hadis[58].

3. Kitab Sunan Abu Daud Karya Imam Abu Daud

Nama lengkap dari Abu Daud adalah Sulaiman bin al Asy’ats bin Ishaq Asyijistani. Beliau dilahirkan di Syijistan, suatu kota di Basrah pada tahun 202 H. Setelah dewasa, beliau melakukan rihlah untuk mempelajari hadis ke berbagaii kota seperti; Hijaz, Syam, Mesir, Iraq, Khurasan, Naisabur, dan Basrah.[59]

Abu Daud dalam perjalanan menuntut ilmunya pernah berguru kepada ulama’-ulama’ hadist antara lain : Ahmad bin Hambal, Yahya bin Ma’in, Qutaibah bin Sa’id, Abdullah bin Maslamah dan lain-lain. Telah banyak kitab-kitab yang dikarang oleh Abu Daud, namun yang paling populer adalah kitab Sunan Abu Daud, yang ditulis pada tahun 275 H. Kitab ini memuat sebanyak 4800 buah hadis yang beliau seleksi dari 500 ribu hadis yang pernah beliau hafalkan [60].

4. Kitab Sunan Al-Turmudzi karya Al-Turmudzi

Nama lengkap dari Imam Al-Turmudzi adalah Al –Imam al Hafidz abu Isa Muhammad Ibn Isa Ibn Surah Al-Tirmidzi. Beliau lahir pada tahun 200 H di desa “Buj” wilayah Tirmidz tepi sungaui Jihun. Beliau mulai menuntut ilmu sejak usia dini, untuk itu beliau melakukan pengembaran ilmiah ke Iraq, Hijaz, Khurasan dan lain-lain. Dalam pengembaraanya, beliau banyak bertemu dengan ulama’ ahli hadist, yang kemudian menjadi guru beliau. Diantara guru-guru beliau adalah Imam Al Bukhari, Imam Muslim dan Abu daud. Beliau juga belajar dari sebagian guru yang lain, seperti ; Qutaibah Ibn Said, Muhammad Ibn Basyar yang banyak meriwayatkan hadist pada belaiu.

Imam Al-Turmudzi meninggalkan banyak karya dalam bidang hadis diantara kitab-kitab hadis beliau yang paling populer adalah Kitab hadist yang berjudul Al-Jami’ yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan At-Tirmidzi.[61]. Secara keseluruhan kitab al jami’ al shahih atau sunan al-Tirmidzi terdiri dari 5 juz, 2376 bab dan 3956 hadis[62]

5. Kitab Sunan Al-Nasa’i karya Al-Nasa’i

Imam Al-Nasa’i nama lengkapnya ialah Abu Abdiroohman Ahmad bin Syu’aib bin Ali al-Khurasasiy an-Nasa’iy. Beliau dilahirkan pada tahun 215 H di kota Nasa yang masih masuk wilayah khurasan [63]. Beliau menuntut ilmu sejak kecil, dan mulai menuntut hadis sejak usia 15 tahun. Imam al-Nasa’i banyak mendengar hadis dari para ulama’ besar seperti Qutaibah bin Sa’id, Ishaq bin Ibrahim, dan juga banyak belajar dari para ulama dari Hijaz, Iraq, Mesir syam dan Al-Jazirah, seiring dengan pengembaraan beliau belajar hadis.

Imam Al-Nasa’i banyak mulis karya dalm bentuk kitab, kitab karangan beliau yang paling populer adalah kitab Sunanu’l Kubra yang kemudian dikenal dengan sebutan Sunan An-Nasa’i. Kitab al-sunan ini sederajat dengan Sunan Abu Daud, atau sekurang-kurangnya mendekati satu tingkatan kualitas yang sama dengan Abu Daud. Imam Al-Nasa’i wafat pada hari senin, 13 Safar 303 H di Ramlah[64].

6. Kitab Sunan Ibn Majah karyaIbn Majah

Nama lengkap dari Ibn majah adalah Abu Abdullah Muhammad bin Yazid Ibn Majah al-Rubay’iy al-Qazwiniy al-Hafidz dengan nama kunniyah Abu Abdullah. Beliau lahir tahun 209 H di Quzwain. Beliau mulai belajar sejak masih muda, dan juga pernah pergi ke Iraq, Hijaz, Mesir, Syam dan lain-lain[65]. Dalm perjalanan menuntut ilmu tersebut, Ibn Majah banyak belajar dari beberapa guru hadis, antara lain Ali Ibn Muhammad Al-Tanafasy, Jubarah Ibn al-Muglis, Mus’ab Ibn Abdullah al-Zubairi, Abu Bakar Ibn Abi Syaibah dan lain-lain[66].

Ibn Majah banyak meninggalkan karya kitab hadis, diantara yang paling populer adalah kitab Sunan Ibn Majah. Beliau menyusun kitab ini secara sistematis, menurut sistematika fiqh, seperti halnya shahih Bukhari, Muslim, Abu Daud, An-Nasa’iy dan Sunan Turmudziy[67].

7. Kitab Sunan Al-Darimi Karya Imam Al-Darimi

Nama lengkap dari Al-Darimi adalah Abdurrahman bin Abdirrahman Ibn Al-Fadhl Ibn Bahram Ibn ‘Abdis Shamad. Beliau dilahirkan pada tahun 181 H dikota samarqand[68]. Al-Darimi mulai belajar hadis sejak kecil di kota ia dilahirkan. Ia kemudian mengadakan rihlah, berkeliling dari negeri satu ke negeri lain, sebagaimana telah dilakukan para ulama’ hadis sebelumnya. Al-Darimi pernah mengunjungi beberapa kota seperti ke Bagdad, Kuffah, Wasith dan Basrah. Di kota-kota tersebut beliau banyak belajar dari para guru, antara lain Yazid bin Harun, Ya’la bin Ubaid, Ja’far bin ‘Aun dan lain-lain[69].

Karya Al-Darimi yang populer adalah kitab hadis yang beliau beri judul al-Hadis al-Musnad al-Marfu’ wa al-Mauquf wa al-Maqtu’ yang kemudian bernama populer Sunan Al-Darimi. Kitab ini disusun berdasarkan sistematika pada bab-bab fiqih. Imam Al-Darimi wafat pada hari Tarwiyah tahun 255 H[70].

8. Kitab Al-Muwattha Karya Imam Malik

Nama lengkap Imam Malik adalah Abu Abdullah Malik Ibn Anas Ibn Malik Ibn Abi Amir Ibn Amr Ibn Al-Haris Ibn Ghaiman Ibn Husail Ibn Amr Ibn Al-Haris Al-Asbahi Al-Madani. Imam Malik dilahirkan di kota Madinah pada tahun 90 H.

Imam Malik pernah belajar pada 900 guru, 300 diantaranya dari golongan tabi’in dan 600 lainnya dari golongan tabi’it tabi’in. Diantara guru Imam Malik yang terkemuka adalah Rabi’ah Al-Ra’yi, Ibn Hurmuz, Ibn Syihab Al-Zuhri, Nafi’ bin Surajis dan lain-lain.

Imam Malik banyak mengarang kitab-kitab, diantara kitab yang terkenal hasil karyanya adalah kita Al-Muwattha’. Kitab ini menghimpun hadis-hadis nabi, pendapat sahabat, qaul tabi’in, Ijma ahl-Madinah dan pendapat imam Malik sendiri. Dalam kitab ini terdapa 500 hadis yang disaring dari 100.000 hadis yang beliau hafal. Imam malik meninggal pada tanggal 11 Rajab 179 H[71].

9. Kitab Musnad Ahmad Karya Imam Ahmad Bin Hambal

Nama asli dari Imam Ahmad adalah Ahmad bin Muhammad Ibn Hambal Ibn Hilal Ibn Asad Ibn Idris Ibn Abdillah bin Hayyan Ibn Zulal Ibn Ismail Ibn Ibrahim al-Syaibany, beliau dilahirkan di Bagdad tepatnya di kota Meru pada bulan Rabi’ul Awal tahun 164 H.

Pada tahun 183 H Imam Ahmad pergi ke beberapa kota dalam rangka mencari ilmu. Dia banyak mengunjungi negara-negara seperti Kuffah, Basrah, Mekkah, Madinah, Yaman, dan Syiria. Dalam perjalanannya mencari ilmu, Imam Ahmad banyak berguru kepada ahli hadis, seperti Hasyim, Sufyan bin Uyainah, Ibrahim bin Sa’d, Jarir bin Abdal al-Hamid, Yahya al-Qattan dan Waqi’.

Karya Imam Ahmad yang paling populer adalah kitab Musnad Ahmad, kitab tersebut memuat 40.000 hadis, kurang lebih 10.000 diantaranya dengan berulang-ulang[72].

10. Kitab Kitab Sunan Al-Shagir Karya Imam Al-Baihaqi

Nama lengkap dari Imam Al-Baihaqi adalah Abu Bakar Ahmad ibn al-Husain Ibn ‘Aliy Ibn ‘Abd Allah Ibn Musa Al-Baihaqi. Ia dilahirkan pada bulan Sya’ban tahun 384 H di desa Khasraujird, daerah Baihaq, Nasabur, Khurasan.

Al-Baihaqi dalm perjalanan menuntut ilmu pernah singgah ke beberapa kota termasuk Iraq dan Hijaz. Di kota-kota tersebut Al-Baihaqi pernah berguru kepada imam-imam ahli hadis, seperti Al-Hakim Al-Naisaburi, Abu Al-Hasan, Abu ‘Abdurrahman Al-Sullami, Abu Sa’ad Abd Al-Malik, Abu Ishaq Al-Tusi, dan lain-lain.

Imam Al-Baihaqi banyak menulis karya, diantara kitab-kitab yang di tulis oleh beliau adalah kitab Sunan Al-Shagir yang bernama asli Al-Sunan Al-Shagir / Al-Sunan Al-Shagir Warah. Kitab ini beliau tulis untuk memenuhi kebutuhan orang yang mencari ilmu dan sebagi tuntunan dalam beramal untuk orang yang telah lurus aqidahnya. Kitab ini memuat hadis-hadis nabi yang lengkap sanadnya, yaitu mulai dari gurunya Al-Baihaqi terus bersambung sampai kepada Rosulullah[73].

11. Kitab Shahih Ibn Khuzaimah Karya Ibn Khuzaimah

Nama lengkap dari Ibn Khuzaimah adalah Abu Abkar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah Al-Naisaburi. Ia lahir pada bulan Safar tahun 223 H di Naisabur, sebuah kota kecil di khurasan, timur laut negara Iran.

Ibn Khuzamah banyak mengembara ke berbagai negara seperti Naisabur, Syam, dan jazirah yang lain. Dalam pencarian ilmu tersebut, beliau banyak berguru kepada ahli-ahli hadis seperti Muhammad bin Muran, Musa bin Sahal, ‘Abdul Jabbar bin Al-‘Ala, dan lain-lain.

Ibn Khuzaimah banyak mengarang kitab hadis, diantara kitab hadis yang paling terpopuler karangan beliau adalah kitab hadis Shahih Ibn Khuzaimah. Kitab ini bernama asli Mukhtasar Al-Mukhtasar ,im Al-Musnad Al-Shahih ‘an Al-Nabi SAW dan kitab ini terdiri dari 4 jilid. Sesuai dengan namanya, kitab ini adalah kitab ringkasan dari kitab-kitab yang telah di tulis oleh beliau sebelumnya, dalam kitab ini banyak memuat hadis-hadis yang sanadnya bersambung sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Ibn Khuzaimah meninggal pada tahun 311 H[74].

12. Kitab Al-Mustadrak ‘Ala Al-Shahihain Al-Hakim Karya Al-Hakim

Al-Hakim memiliki nama lengkap Abu ‘Abdullah Muhammad bin ‘Abdullah bin Muhammad bin Hamdun bin Hakam bin Nu’aim bin Al-Bayyi’ Al-Dabbi Al-Tahmani Al-Naisabur. Beliau dilahirkan di Naisabur pada hari senin 12 Rabi’ul Awwal 321 H.

Sejak berumur tujuh belas tahun, Al-Hakim giat melakukan lawatan intelektual ke berbagai negara. Sejarah mencatat, dari berbagai lawatannya ke berbagai negara, beliau pernah berguru pada 1000 lebih ulama’ ahli hadis. Diantara guru-guru beliau adalah Muhammad bin Ali Al-Mudzakkir, Muhammad bin Ya’qub Al-Asham, Muhammad bin Ya’qub As-Syaibani dan lain-lain.

Kitab Al-Mustadrak ‘Ala Al-Shahihain Al-Hakim disusun berdasarkan asumsi beliau bahwa masih banyak hadis shahih yang berserakan, baik yang sudah tercatat oleh ulama’ ataupun yang belum. Kitab ini dinamakan Al-Mustadrak ‘Ala Al-Shahihain kerena beliau mengaggap masih banyak hadis shahih yang belum tercatat dalam kitab karya Al-Bukhari dan Muslim. Kitab ini tersusun dalm 4 jilid yang bermuatan 8.690 hadis denga perincian, 251 hadis tentang aqidah, 1277 hadis tentang iabadah, 2519 hadis tentang hukum, 32 hadis tentang ta’wil mimpi, 73 hadis tentang pengobatan, dan lain-lain[75].

13. Kitab Al-Umm Karya Imam Al-Syafi’i

Nama lengkap dari Imam Syafi’i adalah Muhammad bin Idris bin Abbad bin ‘Usman bin Syafi’i Ibn Sa’id bin Ubaid Abu Yazid bin Hakim bin Muthallib bin Abdumanaf. Beliau dilahirkan pada tahun 150 H di Yaman.

Sejak usia anak-anak Imam Al-Syafi’i terkenal dengan kecerdasannya, bahkan tercatat bahwa Imam Syafi’i telah berhasil menghafal Al-Qur’an pada usia 9 tahun. Imam Al-Syafi’i banyak menuntut ilmu pada ulama’ Makkah. Diantara guru-guru beliau yang terkenal adalah Muslim Ibn Khalid dan Imam Malik.

Kitab Al-Umm adalah karya Imam Al-Syafi’i yang sangat terkenal, Kitab ini adalah kitab fiqh yang tiada tandingannya pada masanya. Isi kitab ini adalah ulasan Imam Al-Syafi’i tentang fiqh terutama pemikiran beliau tentang Qiyas. kitab ini juga memuat dalil-dalil hadis seperti pada layaknya kitab-kitab hadis yang lain[76].

14. Kitab Al-Kafi Karya Imam Al-Kulaini Al-Razi

Tidak disebutkan tentang biografi dari Al-Kulaini. Namun dalam catatan, beliau dilahirkan pada tahun 328 H.

Kitab yang paling populer karangan Al-Kulaini adalah kitab Al-Kafi. Kitab hadis ini menyuguhkan berbagai persoalan pokok agama (ushul), cabang-cabang (furu’) dan berisi sekitar 16.000 hadis. Kitab ini menjadi pegangan utama para ulama’ Syi’ah dalam mencari Hujjah keagamaan. Kitab ini terdiri dari VIII bab yang masing-masing bab terdiri lebih dari 1000 hadis[77].

J. Kitab-Kitab Hadis Menurut Metode Penyusunan

  1. AL Masanid (Kumpulan hadist menurut sanadnya)
  2. Al mushannafat (Kumpulan hadist menurut bab atau subyeknya)
  3. Al majami’
  4. Al ma’ajim (disusun menurut nama sahabat, guru dll, yang diurutkan secara alfabetis hijaiyah)
  5. Al mu’aththa’a’t
  6. Ash-shihhah ( Hadist-hadist yang shahih)
  7. As sunan (Kumpulan Hadist yang judulnya As sunan, Seperti Sunan Ibnu Majah dan lain-lain)
  8. Al Mustadrakat (Hadist sahih yang tidak ada dalam bukhari dan muslim)
  9. Al mustakhrajat (dari ulama’ hadist seperti bukahari denmgan sanad yang lain sehingga akan berjumpa dengan bukari pasda gurunya atau dioatas lagi
  10. Al Ajza’ (Kumpulan hadist-hadist yang lemah)
  11. Azzawaid
  12. Marasil (Hadist yang gugur di akhir sanadnya)
  13. Asy-Syuruh, al hasyiyat- al ta’liqat
  14. Adh-dhuafa’ wal maudhu’at (Hadist-hadist yang lemah dan hadist palsu)
  15. Asbab Wurud Al Hadist ( Latar belakang turunnya suatu hadist)
  16. Al hadist al nasikha wal mansukhah (Kumpulan hadis yang pernah dinasakh dan di mansukh)
  17. Gharibul hadist ( Hadist-hadist gharib)
  18. Al targib wat tarhib (Kumpulan hadist yang membahas tentang Imbalan dan ancaman)
  19. Al maudhu’ (Tematik)
  20. Al hadist al ahkam (Kumpulan hadist yang membahas tentang Hukum-hukum)
  21. Al hadist al mutawatirah (Kumpulan hadist-hadist yang mutawatir)
  22. Al hadist al qudsiyah (Kumpulan hadist Qudsi )
  23. Al hadist almusalsalah
  24. Ummahat al kutub al haditsiyah

K. Kritik Hadis

1. Internal; Muslim Ingkar Sunnah

Sejalan dengan perkembangan hadis, terdapat sekelompok muslim yang menolak adanya hadis, karena secara historis kita tidak hidup pada zaman nabi Muhammad SAW, sehingga kita tidak mengetahui secara langsung proses periwayatn hadist itu sendiri. Disamping itu, sejarah juag membuktikan bahwa banyak hadist yang dipalsukan demi kepentingan satu golongan atau hanya karena masalah politik, seperti yang ada pada zaman Ali bin Abi Thalib, Ketika terjadi perebutan kekuasaan antara Ali dengan Mu’awiyyah. Pada saat itu, hadist benar-benar sampai pada titik nadzir, karena hadis hanya digunakan untuk pembenaran masing-masing kelompok, bukan lagi menyangkut masalah keimanan, ibadah atau tata cara kehidupan.

Sejalan dengan historisitas diatas, ada juga sebagian orang muslim yang menolak keberadaan hadis dengan alasan sebagai berikut :

  1. al-Qur’an yang notabene berbahasa arab sudah barang tentu menggunakan gaya bahasa Arab dan telah digunakan oleh kebanyakan orang Arab, kalau seseorang telah memahami gaya bahasa yang ada dalam al-Qur’an, mereka tidak akan lagi memerlukan penjelasan dari hadis yang berposisi sebagai bahasa penjelas al-Qur’an.
  2. Al-Qur’an sendiri telah menyatakan bahwa ia telah mencakup segala hal yang dibutuhkan oleh manusia mengenai segala aspek kehidupanya
  3. Berdasarkan keterangan yang menurut mereka berasal dari nabi sendiri yang menyatakan bahwa “ Apa-apa yang sampai kepadamu dari saya, maka cocokanlah dengan kitab Allah (al-Qur’an). Jika sesuai, maka ambilah, dan jika tidak maka tolaklah[78]

[1] M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar ilmu Hadis, Bulan Bintang, Jakarta1974, hlm. 150

[2] Drs. H. Mudasir, Ilmu Hadis, Pustaka Setia, Bandung 1999, hlm. 41

[3] Lihat Drs. H. Mudasir, Ilmu Hadis , dalam pengertian hadis dirayah, Pustaka Setia, Bandung 1999. hlm 43

[4] Ibid. hlm 44

[5] M. Hasbi Ash Shiddieqy, Ibid, hlm 150

[5] Lihat Drs. H. Mudasir, Ilmu Hadis , Op. Cit, hlm 42

[6] Indal Abror, Hand Out Kuliah Ma’ani Al-hadist pada Fakultas Ushulhuddin Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2006

[7] Drs. H. Mudasir, Ilmu Hadis, Pustaka Setia, Bandung 1999, hlm. 57

[8] Drs. H. Mudasir, Ilmu Hadis,… hlm. 50

[9] Ibid, hlm. 51

[10] Op. Cit, hlm 227

[11] M. Hasbi Ash Shiddieqy,Op Cit, hlm 165

[12] Lihat Drs. H. Mudasir, Ilmu Hadis , Pustaka Setia, Bandung 1999. hlm. 56

[13] Dr. Muhammad Ajaj Al-Khotib, Ushul Al Hadis, Terj. Drs.H.M. Qodirun Nur Dan Ahmad Musyafiq, S.Ag, Gaya Media Pratama, Jakarta 1998, hlm. 254

[14] Dr. Muhammad.., Ibid, hlm. 254

[15] Drs. H. Muhammad Ahmad & Drs. M. Mudzakir, Ulumul Hadis, Pustaka Setia, Bandung 2000, hlm. 87

[16] Ibid, hlm. 87

[17] Drs. H. Mudasir, Ilmu Hadis , Pustaka Setia, Bandung 1999. hlm. 114

[18] Drs. H. Mudasir, Ibid, hlm. 115-118

[19] Drs. H. Muhammad Ahmad & Drs. M. Mudzakir, Op Cit, hlm. 93

[20] Prof. Drs. H. Endang Soetari, AD, M.Si, Ilmu Hadits; Kajian Riwayah & Dirayah, Amal Bakti Press, Bandung 2000, hlm. 94

[21] Drs. H. Mudasir, Op. Cit, hlm. 127

[22] Drs. H. Muhammad Ahmad & Drs. M. Mudzakir, Loc. Cit, hlm. 95

[23] A. Qodir Hasan, Ilmu Mushthalhah Hadist, CV. Diponegoro, Bandung 1982, hlm. 276

[24] Drs. H. Mudasir, Loc. Cit, hlm. 132

[25] A. Qodir Hasan,Ibid, hlm. 278

[26] Drs. H. Muhammad Ahmad & Drs. M. Mudzakir, Loc. Cit, hlm. 96

[27] Drs. H. Muhammad Ahmad & Drs. M. Mudzakir, Ulumul Hadis, Pustaka Setia, Bandung 2000, hlm. 143

[28] Drs. Fathur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadist, Pt. Alma’arif, Bandung 1970, hlm. 95

[29] Lihat Dr. Muhammad Ajaj Al-Khotib, Ibid, hlm. 276

[30] Drs. H. Mudasir, Ilmu Hadis , Pustaka Setia, Bandung 1999. hlm. 152

[31] Dr. Muhammad Ajaj Al-Khotib, Op. Cit, hlm. 299

[32] Dr. Muhammad Ajaj Al-Khotib, Loc. Cit, hlm. 304

[33] Drs. H. Mudasir, Ibid, hlm. 142

[34] Drs. H. Muhammad Ahmad & Drs. M. Mudzakir, Ibid, hlm. 82

[35] Drs. H. Muhammad Ahmad & Drs. M. Mudzakir,Op. Cit, hlm. 81

[36] Drs. H. Muhammad Ahmad & Drs. M. Mudzakir,Loc. Cit, hlm. 81

[37] A. Qodir Hasan,Op. Cit, hlm. 300

[38] Prof. Drs. H. Endang Soetari, Ibid, hlm. 103

[39] Drs. Fathur Rahman, Ibid, hlm. 177

[40] A. Qodir Hasan,Loc. Cit, hlm. 95.

[41] Lihat Prof. Dr. H. Erfan Soebahar, M.Ag, Lampiran 2; Daftar Istilah Penting Dalam Ilmu Al-Hadis dalam buku Menguak Fakta Keabsahan Al-sunnah¸ Prenada Media, Jakarta Timur 2003.

[42] A. Qodir Hasan, Ilmu Mushthalhah Hadist, CV. Diponegoro, Bandung 1982, hlm. 108

[43] Drs. Fathur Rahman, Op. Cit, hlm. 180

[44] M. Hasbi Ash Shiddieqy, Loc.Cit, hlm. 185. Lihat juga A. Qodir Hasan, Ilmu Mushthalhah Hadist, CV. Diponegoro, Bandung 1982, hlm. 285 dan bandingkan dengan Prof. Dr. H. Erfan Soebahar, M.Ag, Lampiran 2; Daftar Istilah Penting Dalam Ilmu Al-Hadis dalam buku Menguak Fakta Keabsahan Al-sunnah¸ Prenada Media, Jakarta Timur 2003.

[45] Qodir Hasan, Ilmu Mushthalhah Hadist, CV. Diponegoro, Bandung 1982, hlm. 297. lihat juga M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar ilmu Hadis, Bulan Bintang, Jakarta1974, hlm. 195

[46] Qodir Hasan, Ilmu Mushthalhah Hadist, Ibid, hlm. 299

[47] Drs. Fathur Rahman,Loc, Cit, hlm. 50

[48] Drs. H. Muhammad Ahmad & Drs. M. Mudzakir, Ulumul Hadis, Pustaka Setia, Bandung 2000, hlm. 12. lihat juga Drs. H. Mudasir, Ilmu Hadis , Pustaka Setia, Bandung 1999. hlm. 14

[49] Dr. Muhammad Ajaj Al-Khotib, Ushul Al Hadis, Terj. Drs.H.M. Qodirun Nur Dan Ahmad Musyafiq, S.Ag, Gaya Media Pratama, Jakarta 1998, hlm. 35

[50] Drs. Badri Khaeruman, M.Ag, HADIS; Studi Kritis Atas Kajian Hadis Kontemporer. PT. Rosda Karya, Bandung 2004,hlm. 193

[51] Tim Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Studi Kitab Hadis,Teras, Yogyakarta 2003, hlm. 45

[52] Drs. Fathur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadist, Pt. Alma’arif, Bandung 1970, hlm. 327

[53] Tim Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Ibid, hlm. 45

[54] Tim Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Op. Cit, hlm. 56

[55] Dr. Muhammad Ajaj Al-Khotib, Ibid, hlm. 281

[56] Drs. Fathur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadist, Pt. Alma’arif, Bandung 1970, hlm. 329

[57] Tim Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Loc. Cit, hlm. 60

[58] Tim Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Studi Kitab Hadis,Teras, Yogyakarta 2003, hlm. 65

[59] Drs. Fathur Rahman, Ibid,hlm 331

[60] Tim Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Ibid,hlm 88

[61] Dr. Muhammad Ajaj Al-Khotib, Op. Cit, hlm. 288

[62] Tim Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Op. Cit,hlm 115

[63] Drs. Fathur Rahman, Op. Cit, hlm. 334

[64] Tim Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Loc. Cit,hlm 115

[65] Dr. Muhammad Ajaj Al-Khotib, Loc. Cit, hlm. 290

[66] Tim Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Studi Kitab Hadis,Teras, Yogyakarta 2003, hlm.162

[67] Dr. Muhammad Ajaj Al-Khotib, Ushul Al Hadis, Terj. Drs.H.M. Qodirun Nur Dan Ahmad Musyafiq, S.Ag, Gaya Media Pratama, Jakarta 1998, hlm. 291

[68] Tim Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Ibid,hlm. 180

[69] Tim Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Op. Cit,hlm. 181

[70] Tim Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Op. Cit,hlm. 182

[71] Semua referensi mengenai Imam Malik dan karyanya diambil dari buku Studi Kitab Hadis, karangan Tim Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Teras, Yogyakarta 2003, hlm. 1-20

[72] Semua referensi mengenai Imam Ahmad dan karyanya diambil dari buku Studi Kitab Hadis, karangan Tim Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Teras, Yogyakarta 2003, hlm. 23-40

[73] Semua referensi mengenai Imam Al-Baihaqi dan karyanya diambil dari buku Studi Kitab Hadis, karangan Tim Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Teras, Yogyakarta 2003, hlm. 196-214

[74] Semua referensi mengenai Ibn Khuzamah dan karyanya diambil dari buku Studi Kitab Hadis, karangan Tim Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Teras, Yogyakarta 2003, hlm. 218-236

[75] Semua referensi mengenai Al-Hakim dan karyanya diambil dari buku Studi Kitab Hadis, karangan Tim Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Teras, Yogyakarta 2003, hlm. 240-258

[76] Semua referensi mengenai Al-Syafi’i dan karyanya diambil dari buku Studi Kitab Hadis, karangan Tim Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Teras, Yogyakarta 2003, hlm. 286-299

[77] Semua referensi mengenai Al-Kulainai Al-Razi dan karyanya diambil dari buku Studi Kitab Hadis, karangan Tim Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Teras, Yogyakarta 2003, hlm. 304-327

[78] Drs. Badri Khaeruman, M.Ag, HADIS; Studi Kritis Atas Kajian Hadis Kontemporer. PT. Rosda Karya, Bandung 2004,hlm. 193

DAFTAR PUSTAKA

Khaeruman, M.Ag, Badri, HADIS; Studi Kritis Atas Kajian Hadis Kontemporer. PT. Rosda Karya, Bandung 2004

Ash Shiddieqy, M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar ilmu Hadis, Bulan Bintang, Jakarta1974

H. Mudasir, Drs, Ilmu Hadis, Pustaka Setia, Bandung 1999

Abror, Indal, Hand Out Kuliah Ma’ani Al-hadist pada Fakultas Ushulhuddin Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2006

Ajaj Al-Khotib, Dr. Muhammad, Ushul Al Hadis, Terj. Drs.H.M. Qodirun Nur Dan Ahmad Musyafiq, S.Ag, Gaya Media Pratama, Jakarta 1998

H. Muhammad, Ahmad & Drs. M. Mudzakir, Ulumul Hadis, Pustaka Setia, Bandung 2000

Soetari AD, M.Si, Prof. Drs. H. Endang, Ilmu Hadits; Kajian Riwayah & Dirayah, Amal Bakti Press, Bandung 2000

Hasan, A. Qodir, Ilmu Mushthalhah Hadist, CV. Diponegoro, Bandung 1982

Rahman, Fathur, Ikhtisar Mushthalahul Hadist, Pt. Alma’arif, Bandung 1970

Soebahar, Prof. Dr. H. Erfan, M.Ag, Menguak Fakta Keabsahan Al-sunnah¸ Prenada Media, Jakarta Timur 2003.

Dosen, Tim, Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Studi Kitab Hadis,Teras, Yogyakarta 2003